Kamis, 15 Mei 2014

Terkungkung dalam Alam Imajiner


Oleh : Nurul Is. Wardani

Aku yang berjalan
Berusaha memasuki ruang hati yang kelabu
Mencoba membawa secuil pelita
Pelita yang untukku sendiri tak mampu menerangi
Dengan seribu rasa gentar yang menggetarkan jiwa
Aku tetap berjalan
Mencoba menemukan apa yang kucari.

Tuhan, tolong.
Beranikan lisan yang capila ini
Hanya satu dua kata yang ingin kulontarkan
Tapi mengapa?
Begitu dahsyat getaran ketakutan ini
Serasa begitu tak ada daya
Ketika mata telah menyatu dengan mata
Ketika waktu yang hanya terhitung mundur
Menunggu detik-detik pengungkapan rasa
Tetapi sekali lagi,
Ribuan rasa gentar kembali menerjang sosok jiwa

Begitu sulitkah terucap?
Bisakah jika hanya kuungkap lewat sepucuk surat?
Atau melalui tangan yang mengisyarat?

Melihat dua bola matanya pun air mataku memanas
Mencoba keluar dari kandangnya
Sekali lagi, ku tahan
Tak ingin ku perlihatkan padanya
Aku, pada titik ini,
Ingin terlihat kuat dan yakin
Bayangan keraguan hanya akan semakin memumpuk kegentaranku

Sekali lagi, aku terkungkung
Terhanyut dalam selimut alam imajiner
Biarkan semuanya terjadi sesuai mauku
Semua yang ku sukai dan ku citai
Yah, semuanya terjadi
Begitu nyata dan indah terasa

Tetapi sekali lagi...
Itu hanya di alam mayaku
Ketika waktu kembali menyadarkanku,
Aku beranjak bangun dan tersadar
Sedari tadi ia menunggu
Dan aku,?
Aku hanya terbata, diam lalu pergi...

Tak ada penyelesaian

Aku hanya bercengkrama dengan alam imajinerku.

Bait Terindah


Subuh yang telah mampu menghapus jejak malam
Di sandingkan suara adzan yang menggema
Bagaikan senandung nada cinta pelarut kasih
Aku yang bangkit dari tidur pulasku
Mencoba merebahkan pandangan
Menerawang di langit-langit kelambu kamar
Seolah menatap cakrawala kehidupan

Aku beranjak dari sisi nyamanku
Menyucikan diri dan siap bercengkrama dengan Ilahi
Di ujung akhir panjatan doa
Kuucap satu bait terindahku
Doa terkhusyuk sepanjang pembicaraan
Ku sebutkan namanya
Serasa ku genggam erat tangan-tangan Ilahi
Mencoba merengkuh batinku

Ku nikmati tiap tetes linangan air kasih
Panas menyeruak membasuh kulit pipi
Hanya pada satu wajah aku membayang
Sosok yang tak pernah pudar dalam arena pertarungan hidupku

Kuucap namanya berkali-kali
Pada setiap percakapan panjangku dengan Ilahi
Dengan doa setulus hati
Untuk kasih murni yang takkan terbalaskan materi

Sembuhkan dan sehatkan Dia, wahai Gusti Allah
Rela ku gantikan tempatnya demi hidupnya
Biar sakit ini aku yang rasakan
Bahagiakan dia di sisa-sia kepingingan hidupnya
Walau kita tak pernah tahu akan misteri sang maut
Tapi kudoakan selalu dirinya

Wahai Ibu,
Tiga huruf yang membentuk satu kata
Menjadi bait terindah dalam percakapan ini
Percakapan panjangku dengan Sang Ilahi
Mengharap doa restu akan sembuh sehatnya Dia
Lalu ku tutup dengan kata AMIN.