Jumat, 20 Desember 2013

Anak Jalanan Adalah Anak Semua Bangsa



Anak Jalanan Adalah Anak Semua Bangsa
ANAK JALANAN. Mendengar kata itu, yang terbesit dalam pikiran kita adalah mereka yang mengamen dan meminta-minta dijalanan. Tanpa pernah kita sadari bahwa sesungguhnya mereka semua adalah generasi penerus bangsa kita. Harapan dan tumpuan negara ini. Lantas, mengapa mereka sekan terabaikan? Hadirnya seakan benalu dan beban negara. Image yang muncul bagi mereka selalu buruk. Orang-orang biasanya hanya bisa mengatai dan menjudge anak  jalanan sebagai anak-anak yang bodoh, tidak berpendidikan, yang bisanya hanya meminta-minta. Ada juga yang mengatai mereka nakal dan kasar. Tapi, pernahkah kita sekali saja berpikir bahwa sesungguhnya merekalah harapan bangsa kita? Bukankah salah satu tujuan negara ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Lantas, ketika mereka dibiarkan bergelantungan dijalanan tanpa pernah menginjak yang namanya jenjang pendidikan, tak adakah rasa malu dalam diri kita sendiri? Kita menganggap bahwa kita adalah orang-orang  berpendidikan, orang-orang  berilmu, tapi  tak ada sedikitpun gerak dalam hati kita untuk berbagi kepada orang lain, maka sia-sialah segala ilmu yang kita miliki. Karena sesunguhnya, ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang kita bagikan kepada orang lain. Entah siapapun itu, dan tentunya memiliki tujuan yang baik. Tak akan ada gunanya ketika kita memiliki banyak pengetahun namun hanya kita nikmati sendiri. Semua hanya akan seperti sampah yang bersarang dalam tengkorak kepala kita.

Kembali ke anak jalanan, kita semua tahu bahwa mereka hidup dengan garis ekonomi rendah. Untuk makan sehari-haripun masih sulit. Bahkan, usia bukanlah masalah untuk bekerja. Sampai-sampai tak jarang dari mereka yang harus mengorbankan sekolahnya hanya untuk berjualan koran dipinggir jalan. Padahal sesungguhnya, jika mereka bisa mendapatkan didikan dan ajaran yang baik, mereka bisa saja menjadi  juara pertama dikelasnya. Fajrin misalnya, seorang anak berusia delapan tahun yang setiap harinya harus berjualan koran dijalan. Padahal sekarang ini, ia telah duduk dibangku kelas dua SD. Tapi karena tuntutan ekonomi,dia harus membantu orangtuanya mencari nafkah dengan berjualan koran. Padahal, anak ini seorang anak yang cukup cerdas. Dia sudah mampu menulis dan membaca. Diabanding teman-temannya yang lain,dialah yang paling muda. Tapi, boleh dikata dialha yang paling pandai dalam berhitung. Diusianya yang masih delapan tahun, dia sangat lihai dan sigap berhitung. Dia juga sudah mampu berhitung dalam bahasa Inggris. Tentunya, apa yang dimiliknya tidak boleh hanya sebatas itu saja. Dia butuh wadah dan tempat yang layak untuk belajar dan mengembangkan pengetahuannya. Jika terus diasah, dia bisa saja menjadi juara kelas. Ketika kita memberinya pertanyaan Matematika tentang perkalian, dia sudah mampu menjawabnya dengan benar. Selain Fajrin, ada juga Ayu. Ayu ternyata memiliki bakat yang berbeda dengan Fajrin. Dia sangat cakap dalam membaca. Diantara teman-temannya yang lain, dialah yang paling lancar membaca. Fajrin dan Ayu adalah dua diantar beberapa anak lainnya yang menjadi anak didikan Rumah Pelangi Kardus disingktat Rumah PEKA.

Rumah Peka adalah salah satu lembaga di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin  Makassar yang menangani anak jalanan. Lembaga ini diketuai oleh Ardiansyah.  Mahasiswa jurusan Perbandingan Agama di Fakultas Ushuluddin, Filsafat, dan Politik. Kehadiran Rumah Peka bagi anak jalanan bagaikan membawa sedikit titik terang bagi mereka. Ketika Fajrin yang berkata bahwa tidak mungkin bagi dia untuk sekolah ditingkat lanjut, maka Rumah Peka akan berkata bahwa tidak mungkin dia hanya akan tingggal diam melihat salah satu permata bangsa kita harus kehilangan haknya untuk belajar. Disinilah peran kita sebagai seorang mahasiswa yang  mangaku cinta tanah air. Bukan hanya untuk mencerdaskan diri kita sendiri, tetapi mencerdaskan orang lain adalah suatu pekerjaan yang jauh lebih mulia. Terlebih lagi jika mereka adalah benih-benih permata bangsa kita. Ketika orang lain hanya bisa berkomentar dan menilai buruk tentang kondisi negara ini, maka Rumah Peka telah mengambil tindakan lebih dulu untuk memperbaikinya, yang dimulai dengan mendidik, mengajar dan mengembangkan kreativitas anak jalanan. Kesuksesan seorang pengajar adalah ketika siapa yang diajarnya bisa lebih sukses dari dirinya. Kehadiran anak jalanan bukanlah sebuah benalu atau maalah dalam sebuah negara. Tetapi, mereka adalah anak-anak bangsa yang justru harus diberi perhatian lebih dari pemerintah, dan masayarakt sekitar.  Karena mereka adalah anak semua bangsa.

Jumat, 13 Desember 2013

Secret Admirer ( Dia, si Penghapus Kesialanku)

   Siang itu, hari begitu panas. Begitu panasnya, sampai serasa membakar tenggorokanku yang lagi diserang dahaga. "Huuuh,, hari ini kok panas banget sih," gerutuku dalam hati. Hari ini hari kamis. Biasanya saat hari senin dan kamis aku selalu rajin puasa senin-kamis. Yaaah, mengikuti sunnah rasul gituh..heheh. Tapi sebenarnya sih, kadang puasa aku jadiin alasan buat ngirit.Heehe.
Hari ini mata kuliah ku cuma ada satu. Hari ini aku masuk jam 10. Tadi pagi, sebelum berangkat kampus aku jadi ingat gimana ribetnya aku yang kalang kabut kesana kemari gara-gara telat bangun dan gak ada yang beres. "aah matiii aku, bajuku belum kering, tugasku juga belum selesai nih, mana dosenku udah ada lagi. Aaah tuhan ambil aku sekaraang!" keluh ku sambil berbicara sendiri. Teman sekamarku, Anne berkata "apa yang salah dengan mu hari ini Dis? Ngga biasanya kamu berantakan kacau balau kayak gini?".. "Semalam aku begadang Ne, tugasku lagi numpuk-numpuknya. Semalam baru sempet ngerjain. Kemarin juga cucianku numpuk, baru sempet nyuci kemarin sore juga. Ini malah belum pada kering. Terus sekarang aku udah telat kuliah, malah gak ada yang jelas buat nganterin aku kekampus lagi".. "aah beneran den Ne, udah pusing banget nih mau ngapaiin. Tugaskuu.. aahh tugasku juga belum selesai Ne." tak ada henti-hentinya aku mengeluh terus pagi ini. Untung Anne bisa cepat meredakan. Dia pinajmakan bajunya, setelah itu meminjam motor tetangga untuk mengantarku ke kampus. Ah untunglah ada dia. Kalau tidak, taudeh jadi apa aku hari ini. Malah hari ini akua ada diskusi lagi..
   Oh iyaa, bicara soal Anne, dia itu teman sekamar aku. Aku sama dia udah temenan sejak SMP, terus di SMA juga sama-sama bahkan sampai kuliah juga masih sama-sama. Ini kali pertamanya aku dan Anne berbeda kelas. Meski dijurusan yang sama, tapi aku sama Anne lulus dari jalur yang berbeda. Makanya, aku sama dia juga nggak satu kelas. Tapi nggak papa, yang jelas dirumah aku masih sama-sama dia. Juga nggak jarang aku sama Anne jalan bareng sama temen sekelasku juga sama temen sekelasnya. Makanya, aku juga lumayan banyak kenal sama teman sekelasnya dia. Berhenti ngebahas soal Anne. Sekarang udah pukul 12.00 siang. Hari ini, aku puasa, Yah puasa. Tadi juga kayaknya udah dijelasin yah. Heheh
   Jadwal kajianku hari ini ada 2. Dan yang parahnya, jadwalnya itu bertabrakan. Taulaah ini yang ambruk yang mana. Pokoknya bertabrakan deh -__- Setiap hari Kamis, aku pasti selalu galau gara-gara dilema menimbang-nimbang mau ikuting kajian yang mana. Di satu sisi, aku ikut Bloggers. Ini salah satu lembaga, bukan lebaga yang gimana-gimana juga sih, semacam komunitas gituh buat para pecinta blogger. Nah aku sengaja nih ikut yang ini buat nyalurin bakat (wow! Bakat) dan minat aku (mungkin lebih tepatnya hobbi kali yah). Yah, aku suka banget nge-blogg. Aku suka ngeposting tulisanku sendiri di blog pribadiku. Ku beri nama judul Eliters .. hehe penasaran yah maksudnya apa? Yah ada deh, nanti dijelasin yah. Lanjut lagi ke lembaga aku yang satu itu. Aku ikut salah satu UKM dikampus aku namanya UKM LIMA Washilah. Ini salah satu lembaga resmi dikampus. Juga merupakan pers kampus. Kembali ke hobbi ku yaitu menulis, makanya aku sengaja deh masuk ke UKM ini. Siapa tau aja, bisa berprestasi disini. Hiihi atau minimal ada wadahlah buat aku belajar nulis yang lebih lengkap dan lebih terstruktur. Selain itu, disini setiap anggotanya diharuskan untuk menyumbangkan karya-karya dan tulisannya. Selain tulisan karangan biasa, yang sebenarnya lebih menjadi bidangku, kita juga dituntut untuk mencari dan membuat berita. Iyalah, namanya juga lembaga pers kampus. Makanya, kita sebagai anggota harus tahu dan peka sama semua isu-isu yang ada dikampus. Makanya, masuk dilembaga ini kita itu seakan-akan pengontrol kampus, seakan kita itu si Raja Tahu yang tahu segala hal yang terjadi dikampus. Bangga juga sih bisa masuk di lembaga ini. Gak mudah loh bisa diterima disini. Nah, bisa ngebayangin kan gimana galaunya aku kalau hari Kamis, mesti ngikutin kajian yang mana. Mana semuanya penting bagi aku. Aah benar-benar menggalaukan. Tapi, hari Kamis ini, aku mutusin untuk kajian di Washilah saja. Karena, minggu lalu aku udah absen. Yah, biasanya sih selalu aku selang-selingin. Bahkan pernah sekali seniorku di Bloggers bertanya "Diz, kamu ini hadir kajiannya kok selang-seling sih. Emang sengaja yah? Atau kamu nggak serius yah disini?" itu kata seniorku di Bloggers, lain lagi kata seniorku di Washilah "Diza, kalau kehadiran kamu dikajian seperti ini terus, nanti kamu bisa nggak dapat pers loh. Masa setiap minggu kehadiran kamu selang-seling begini. Memang kamu pikir disini pintu serbaguna kamu yang bisa masuk dan keluarin sesuka kamu?" Huuuh.. gila, pedes bangett deh kedua kata-kata itu. Makanya, untuk menghindari saya dapat omelan seperti itu lagi, saya pernah minta sama senior saya di Bloggers,bukan yang ngatain saya waktu itu. Udah nggak berani ngomong sama dia. Kalo ketemu ajjah, aku sengaja tuh pura-pura nggak liat. Heheehe entah karena aku yang sakit hati sama kata-kata pedisnya atau aku yang takut dikata-katain lagi. Aku pernah bertanya begini "kak, boleh nggak aku kajiannya ikut sama kelompok 2 ajjah? Habis hari Kamis itu bertetpatan sama jadwal kajian aku juga di Washilah" Dan untungnya sih, saya bertanya sama orang yang tepat, dengan santainya dia bilang " Yah bisa-bisa aja kok dek, kenapa nggak bilang dari kemarin-kemarin? Kan absen kamu bisa tetap hadir semua" "Yaudahlah kak, yang lalu biarkan berlalu." Itu jawaban yang tiba-tiba terlontar dari mulutku ini. Bisa dibilang sih agak kurang ajar, tapii aah lupakan. Anggap biasa saja. Semoga dianya juga menganggapnya biasa, dan sykurnya dia berkata "Hahaha iyaia.. yaudah pokoknya mulai sekarang kamu ngga boleh pake acara izin-izin atau sampai alpa lagi diabsen.Oke?" "Okee siip kakak.. :)" Kupamerkan senyumku yang paling manis. hahah iyasih, selain hobbi nulis dan nge-blog, aku juga punya satu hobbi yang unik. Aku paling suka buat pamer-pamer senyum manis. Iyaadong, Kalo ngga dipamer, kan oranglain nggak bisa tahu kalau kita itu ternyata punya senyum yang manis.

Sehabis shalat dzuhur di mesjid, aku kemudian langsung ke gedung PKM lantai tiga buat ikut kajian. Hari ini materinya Teknik Penulisan Berita. Sebenarnya sih, aku nggak terlalu suka dan nggak terlalu tertarik buat ngenyimak materi ini. Yah, mungkin karena aku lebih suka fiksi. Aku lebih tertarik sama hal-hal yang imaginal dibanding sama hal-hal realistis. Tapi, aku tetap memaksa diri untuk memperhatikan materi hari ini. Setelah pemateri menjelaskan, kemudain melemparkan kepada peserta jika ada yang kurang dimengerti dilahkan ditanyakan. Setelah itu tak lama kemudian kajiannya selesai dan ditutup dengan pemberian tugas untuk membuat satu buah berita straight  yang harus dikumpul jam 7 malam. Bukan cuman itu, berita yang dibuat juga harus update. Makanya, sehabis kajian aku langsung keluar dari gedung dan mencari sesuatu yang bisa kubuat berita. Dan sekali lagi, hari ini aku puasa! Sangat melelahkan harus berjalan dari gedung PKM sampai ke gedung Auditorium gara-gara hanya untuk mencari secuil berita yang update. Dan akhirnya, ada juga satu berita yang bisa kuangkat sore itu. Aku lalu mencari tempat yang teduh dan rindang untuk menulis beritaku. Sekitar pukul 5.45 sore, akhirnya beritaku selesai dan siap untuk kukirim diredaksi Washilah. Aku yang sudah kelelahan hari ini memutuskan untuk segera pulang agar bisa tetap buka puasa dirumah. Meskipun sebenarnya, untuk pulang naik apa dan sama siapapun aku juga belum tau. Baru juga aku berdiri dari tempaku duduk, tiba-tiba ada  Arga. Dia baru saja pulang dari latihan basket. Arga adalah teman sekelas Anne. Kadang, dipagi hari dia yang menjemput Anne ke kampus.Kadang juga mengantarnya pulang. Pernah juga beberapa kali, kalau aku dan Anne sedang jalan-jalan ke Mall, dia sering iktu bersama kami. NAmpaknya dia sudah sangat dekat dengan Anne. Pernah sekali, disuatu malam, Anne melupakan notebook nya di dalam kelas di kampus. Padahal waktu dia harus mencetak makalahnya yang filenya ada didalam nbnya itu. Karena kamu berdua tidak punya kendaraan pribadi, makanya dia hanya bisa menghubungi Arga untuk mengantarnya ke kampus. Dan yah, sebagain seorang teman yang loyal Arga dengan cepatnya menjemput Anne dan menemaninya ke kampus. Waktu itu, aku sempat berpikir, apa mungkin anatara Anne dan Arga ada sesuatu yang mugkin lebih dari seorang teman? Yah, jujur saja, aku iri melihat Anne yang punya seorang teman pria seperti Arga. Dia itu sudah gagah, penurut, suka menolong, setia kawan, dan gokil pula. Jujur saja, itumah tipe-tipenya aku bangeet. Hahahah
  Tapi, kembali bicara soal Anne dan Arga. Aku bukan hanya terkadang iri, tapi terkadang aku mendapati keganjalan dan keanehan pada diriku jika sedang melihat Anne dan Arga yang begitu dekatnya. Bukan melihat, bahkan hanya jika sekadar memikirkanpun aku kadang frustasi sendiri. Kenapa bukan aku saja yang satu kelas sama Arga? Kenaapa aku nggak punya teman cowok kayak Arga? Kenapa nggak ada satu orang temen aku ayng bisa sesempurna Arga? Meskipun tak ada orang yang sempurna, tapi bagi aku, Arga adalah tolok ukur kesempurnaan bagi seorang pria dimataku. Aaah,, lama lamaa dan lama, aku menyadari diriku jatuh cinta pada Arga. Aku jatuh cinta padanya tanpa interaksi. Aku mencintainya bukan dengan banyak ahriku yang kuhabiskan bersama dirinya. Aku mencintainya bukan karena sikap dna prhatiannya yang banyak padaku. Aku jatuh cinta padanya hanya sebuah kesederhanaan semata. Aku mencintainya hanya dari sebuh pikiranku sendiri. Aku hanya cukup memikirkannya, maka dalam hati sendiri ada suatu gejolak yang lain dan berbeda yang kurasai.
    Biar kuceritai pertama kali aku bertemu dengan Arga. Aku bertemu dan mengenalnya bukan dari Anne atau dari siapapun. Aku mengatainya "takdir". Yah, pikirku memang takdirlah yang mempertemukanku dengannya. Masih jelas kuingat, waktu itu, aku sedang berlari menuruni anak tangga dari lantai tiga ke lantai satu hanya karena aku yang salah ruangan. Yah, hari itu aku datang pagi sekali. Paagii sekali, karena sudah dua kali aku terlambat pada mata kuliahku yang satu ini. Mata kuliah Bahasa Arab. Makadari itu, hari itu aku tak ingin terlambat lagi. Tapi yang ada, kesialan malah justru menghinggapiku. Aku sudah menunggu selama kurang lebih dua jam diruangan dan tidak juga kunjung ada temanku yang datang. Yang ada malah senior yang katanya ruangan itu akan dipakai untuk kelasnya. Aku kemudian segera menghubungi ketua tingkatku dan menanyakan soal ruangan kuliah. Dia tidak mengangkat teleponku. Lalu ku sms dia "Ruangannya dimana? Aku udah dilantai tiga sejak 2 jam yang lalu" lalu tiba muncul balasannya "Kita kuliah di lantai dasar, ruangan 102. Dosen udah masuk dari tadi".. Serentak tubuhku serasa lemas dan rasanya mau kabur pulang saja. Segala usaha dan jerih payahku serasa percuma dan sia-sia. Tapi, seketika aku mencoba untuk mengembalikan semangatku. Maka aku berlari dengan cepatnya meuruni nak tangga dari lantai ke lantai satu. Dalam perjalanannku menuruni anak tangga, aku menggerutu dan menyumpah dalam hati. "Kenapa sih, nggak pernah ada yang berpihak sama aku? Nasib pun pergi menjauh dariku" .. "pokoknya, kalau aku sampai nggak dikasih masuk ruangan, yang salah itu sih Keti itu. Kenapa coba dia nggak nagabarin soal runagan kuliah. Jadinya kan saya yang jadi korban" . "Semua temanku nggak ada yang bisa diandelin. Nggak ada yang loyal. Nggak ada yang kompak" "Hari ini hari sial, pulang nanti harus mandi tolak sial.. Aaaahh nyebeliiiiiiiiiiiiinnnn" .. Begitu kata-kata terakhir itu terucap dalam batinku, Tuhan mungkin balik mengutukku. Sepatu yang gunakan terpelesat, kakiku terperosto kebawah lalu diiikuti oleh tubuhku. Aku meuruni 2 anak tangga dengan cara terperosot. Sungguh, tak adakah hal indah yang bisa menghilangkan segala kesialanku hari ini? Lalu , tiba-tiba seorang pria, menahanku dari bawah "Baik-baik aja kan?" suaranya terdengar segar, lembut dan penuh kasih . Kuangkat kepalaku, lalu kupasangakan bola mataku pada kedua bola matanya. Sungguh, aku telah menemukan satu keindahanhari ini. Penghapus segala kesialanku menjadi sebuah anugerah. "Iyaa, makasih" jawabku renyah. Setelah itu, ia tersenyum lalu memberiku jalan "kalo turun tangga jangan lari. Apalagi pake sepatu yang alasnya licin. Kan bisa kepeleset kayak tadi". Aku yang saat itu masih tersenyum dalam hati karena satu anugerah penghapus sial yang diberikan tuhan padaku hari ini tersadar akan ucapannya itu hanya sanggup tersenyum malu, dan berkata "Iya, sekali lagi makasih yah". "duluan yah". Dengan terpaksa kata-kata yang terasa pahit itu keluar dari mulutku karena teringat akan dosenku yang sudah ada dari tadi. Aaahh sungguh pertemuan yang singkat, tapi kesan yang berkepanjangan. Sepulangku hari itu, malamnya kuceritakan semuanya pada Anne. Dia menanggapi dengan baik "ciiee bisa jadi itu pertanda awal pertemuan kamu tuh" ledeknya, "Yaah, aku sih mau-mau aja" tambahku sambil menyanjung diri sendiri. "Kamu tau nggak namanya" kata Anne, "nggak sempat kenalan Ne,aku harus buru-buru pergi. Dosenku udah ngajar dair tadi" jawabku dengan sedikit lemas. "Yaah, sayang dong. Yaudah berdoa aja semoga bisa ketemu lagi". "amin deh.. amiin banget" jawabku, kali ini dengan semangat dan wajah yang menyala-nyala. Dua hari kemudian, Anne pulang diantar oleh seorang temannya. Aku nggak sempet ngeliat wajahnya. Anne cuman bilang "Dia namanya Arga, temen sekelasku.Cowok yang paling perfect dikelasku deh. Cuman dia yang punya karisma yang luabiasa dibanding teman cowokku yang lain" katannya sambil memuji temannya barusan "waah? Yang bener? Enak dong bisa punya temen cakep, terus mau ngantrin pulang pula. Sempat dia ada rsa tuh ama kamu!" gurauku. "Yaah, kamu ini mikirnya kejauahan deh Diz" dan sampai disitu pembicaraanku selesai. Aku akhirnya bertemu lagi dengan pria yang menolongku tempo hari yang lalu. Tapi, kali ini kita bertemu dengan suasana yang berbeda. Yah, berbeda. Sangat berbeda. Pagi itu, aku algi menyapu teras rumah karena kebetulan hari itu aku lagi nggak ada jadwal kuliah. Tiba-tiba seorang pria dengan sepeda motor datang datang dan membuka helmnya lalu menegurku "permisi, Annenya ada?" suara yang segar, lembut itu.. aku ingat suara itu. Tiba-tiba kutolehkan kepalaku dan kembali kupasangkan bola amaku pada matanya. Yah, benar! Diaa.. Itu benar dia! Pria yang waktu itu.. Ya ampun? kok dia bisa disini? "Annenya ada?" Kembali pertanyaan diulang yang kemudian memulihan kesadaranku bahwa dia mencari Anne, bukan aku. Kembali aku mengingat beberapa hari yang lalu saat Anne pulang diantar oleh seorang temannya bernama Arga, oh tidaak.. Apa benar dia itu Arga? Arga teman Anne? Yang waktu itu juga menolongku ditangga? ahh tuhan, kenapa bisa seperti ini? seharusnya orang lain saja. Orang yang kau sediakan untuk dekat untuukku berbeda dengan orang sediakan untuk menjadi teman dekat Anne juga.
Lalu Anne keluar dari balik pintu rumah, dan berkata "Hai, Ga, udah lama? Maaf yah agak lama. Tadi sarapan dulu" .. "Eh Diz, kenalin ini Arga yang kemarin sempat nganterin aku pulang. RUmahnya nggak jauh dair sini. Jadi lumayanlan bisa nebeng kekampus sekalian dianterin pulang. Hehhe.." "Oh, Hi Arga. Oh iya, kalau nggak salah, kayaknya kita pernah ketemu" sengaja kuucapkan kata-kata itu sekadar untuk emnguji apakah dia mengingatku atau tidak. Dan ternyata "Oh iya, kamu cewek yang hampir jatuh ditangga tempo hari kan? Oh ternyata kamu serumahnya Anne,nama kamu siapa?" aaah mendengar itu, serasa aku mau melompat kegirangan. Dia mengingatku, bahkan menanyakan namaku. Itu sudah sangat cukup utnuk membuatku kegirangan. Yah, aku memang adalah tipe gadis yang gampang sekali tersentuh, bahagian, kegeeran, dan juga gampang galau atau gampang nangis sama hal-hal kecil yang mungkin sebenarnya nggak terllau penting. Tapi ah, taudeh emang akunya udah kayak gitu. Semenjak hari itu, aku dan Arga juga sudah mulai agak kenal. Aku jug udah punya nomor teleponnya. Tapi, aku sama dia  cuman sekadar saling kenal saja. Bahkan, kalau ketemu dikampus, aku sama dia cuman kadang saling senyum itu habis itu udah. Semuanya berlalu. Bahkan, kadang, aku ketemu sama dia tanpa tegur sapa sama sekali. Hanya diam, bisa seakan tak pernah terjadi sesuatu antara kami. Yah, memangsih mungkin baginya tak pernah terjadi sesuatu antara kami. Tapi, bagiku, hari itu, hari yang paling penting dan sangat bersejarah dalam hidup aku. Hari dimana awal pertemuanku dengannya. Walau hanya untuk sekadar saling kenal saja, tanpa keakraban, dan tanpa kebersamaan. Meskipun hanya cukup saling kenal saja, tapi aku merasa itu saja sudah sangat berharga. Bisa kenal dengan orag sepertinya sudah seperti kebanggaan tersendiri bagiku.
   Kembali pada hari ini, hari Kamis, dan aku puasa. Setelah selesai mengerjakan berita, kulihat Arga yang baru pulang dari latihan basket. Ia nampak mengendarai sepeda motor maticnnya yang aku sendiri tak tahu apa mereknya. Aku berdoa dalam hati, semoga saja dia menyadari kehadiranku disini yang sedang membutuhkan tumapangan untuk pulang. Dan bukan hanya sekedar itu, aku selalu memipikan, kapan aku bisa berada dibelakangnya. Menjadi tumpangannya dan menggantikan posisi Anne walau hanya sejenak. Dan aku serasa ingin syujud syuur waktu itu, tiba-tiba dia berbalik dan melihatku yang juga tengah memperhatikannya. Dia lalu menghentikan motornya dan berkata "Diza,ngapain disini? nggak pulang?" tanyanya.. "Lagi ulis bergita Ga, ini abru mau pulang tapi bingung mau pulang sama siapa". jawabku dengans edikit ragu-ragu. Takut dia tak bisa mmberikan tumpangan padaku . Lalu "Yaudah, sini ikut aku ajjah".. Satu kalimat yang dilontarkannya itu ternyata sangat cukup bahkan lebih untuk membunuh kekhawatiranku,.. "beneran nih?.. tanyaku memastikan "Iyaa buruan sni".. Lalu aku naik ke motornya. Duduk tepat dibelakangnya "Udah?" Tanyanya lagi,, "Iyaa" jawabku singkat namun sebenarnya dalam hati tertampung sejuta rasa yang mungkin akan kukeluarkan seiring dengan perjalananku selama diboncengnya. Lalu, selama itu pula, aku berdoa dalam hati, daalaam...dalaamm dan sangaat dalam. Bahkan mungin telah mencapai dasar hatiku "Tuhan, jika setiap kesempatan kecil yang kau berikan padaku untuk bisa bersama dengannya adalah awal untukku agar bisa mendapatkan bersama dengannya esok, Aku akan sabar". "Tuhan, betapa aku mengagumi sosok dihadapanku ini. Ta ada yang lain ayng bisa kuminta ini selain hanya hatinya yang utuh. Yang mungkin jika kau perkenankan bisa menjadi milikku kelas. Kelak pun aku rela Tuhan. Aku tak memaksa untuk sekarang. Akan kuhargai setiap hal-hal kecil dengannya. Karena dari hal-hal kecillah maka itu akan menjadi hal yang besar. Aku akan menunggu tuhan. Menunggu untuk hati dan kesiapannya. Sungguh."
 Dan begitulah hari itu berlalu, yang dari waktu pagi tak ada yang beres, ku awali hari dengan kegusaran tapi aku akhiri hariku dengan sebuah ketentraman hati. Sungguh kutemukan ketenangan dan kebahagianku saat ini. Yah, saat ini, saat dimana hanya aku dan Dia, Arga.

                                                                                ****